A.BIOGRAFI PENULIS
Sayyid Quthb pemikir
Islam (1906-1966) di kenal sebagai kritikus sastra, novelis, penair, aktivis
muslim Mesir paling terkenal pada abad ke-20 dan tokoh pergerakan Ikhwanul
Muslimin. Sebagai tokoh pemikir Islam , ia dapat disejajarkan dengan pemikir
Pakistan Abu A'la Maududi (1903-1979)
pemikir Iran ,
Ali Syari'ati (1933-1977).[1]
Karya terpenting Sayyid
Quthb adalah Tafsir Fi Dzilalil Qur'an dan telah diterjemahkan kedalam
bahasa Inggris, In The Shade Of The Quran. Tafsir ini oleh beberapa
ulama dikategorikan ke dalam tafsir yang
berorientasi sastra, budaya dan
kemasyarakatan. Cirri rafsir yang berorientasi sastra, budaya dan
kemasyarakatan yakni suatu corak tafsir
yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an yang berinteraksi
langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha preventif dalam
menanggulangi penyakit-penyakit atau problematika masyarakat berdasarkan petunjuk ayat-ayat
Al-Qur'an, dengan mengemukakan
petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah difahami serta
dimengerti tapi terasa indah di dengar.[2]
Sang pioneer ini
bernama Sayyid Quthb Ibn Ibrahim Husein Syadzili. Lahir pada tahun 1906 di
kampong Musyah kota Asyut , Mesir. Ia dibesarkan di dalam sebuah
keluarga yang menitikberatkan ajaran Islam dan mencintai Al-Qur'an. Ia
menyandang gelar al-hafidz sebelum berumur sepuluh tahun. Menyadari talenta
anaknya orang tuanya memindahkan keluarganya ke Halwan, daerah pinggiran Kiro.
Ia memperoleh kesempatan masuk ke Tajhiziah Dar Al-Ulum, nama lama Universitas
Kairo.[3]
Demikian juga ayah
Sayid memiliki status social yang tinggi di Wilayah itu ayah Sayid adalah orang
yang terhormat dan terpandang di mata masyarakat. Ia mempunyai usia yang cukup
panjang, sampai akhirnya ia menemui tuhannya ketika sang puteranya Sayid sedang
melanjutkan studinya di Kairo. Sang ibu seorang wanita solehah. Ia sangat
bersemangat untuk melakukan kebaikan. Ia membantu suaminya untuk mendidik
anak-anak dengan pendidikan islami dan menanamkan niali-nialai agama dan
prinsip-prinsipnya didalam hati mereka. Sang ibu juga menanamkan kepada mereka
sifat-sifat yang mulia khususnya Sayid yang tumbuh diatas makna-makna ini yang
tidak mereka tinggalkan sepanjang hidup mereka. Sang ibu dikaruniai usia yang
panajang sehingga bisa melihat puteranya sebagai seorang sastrawan dan pegawai
di Kairo. Sang bunda kemudian menemui sang pencipta pada tahun 1940 M. Sayid Quthub
hidup ditengah-tengah empat saudara kandung dan Sayd adalah anak yang ke lima . Saudara-saurada
kandung Sayid:
_ Nafisah ia tiga tahun lebih tua dari
Sayid. Nafisah tidak mempunyai andil dalam aktivitas kesusasteraan maupun
pemikiran seperti saudara Sayid lainnya.
_ Muhammad. Ia adalah putera kedua yang
hidup dalam keluarga ini. Ia lebih muda dari Sayid dengan selisih umur sekitar
13 tahun, karena ia lahir pada bulan april 1919 ia lulusan Universitas Kairo
jurusan sastera inggris serta diploma dalam bidang tarbiyah.
_ Hamidah. Ia adalah adik permpuan Sayid
yang bungsu yang turut berpartisipasi dalam kegiatan kesusasteraan bersama
saudara-saudaranya. Sayid juga masih mempunyai saudara kandung lainnya yang
lahir sebelum Muhammad, akan tetapi meninggal sebelum usia dua tahun disamping
itu juga mempunyai saudari lainnya yang
lebih tua dari aminah akan tetapi meninggal ketika masih kecil.
Sayid menempuh
pendidikan dasarnya di desa dan ia menamatkan hafalan al-quran dalam usia yang
masih belia, karena belum melampaui usia sebelas tahun. Al-Quran (yang sudah
dihafalnya sejak kecil) mempunyai pengaruh yang besar dalam mengembangkan
kemampuan sastera dan seninya dalam usia yang masih muda. Setelah terjadinya
repolusi rakyat Mesir pada tahun 1919 melawan pendudukan inggris, Sayid Quthub
berangkat dari desanya menuju Kairo untuk melanjutkan studi disana. Di Kairo
Sayid tinggal dirumah pamannya dari pihak ibu orang Azhar (lazim disebut
Azhari) sekaligus seorang sasterawan yang bernama Ahmad Husain Ustman. Melalui
pamannya ini ia bisa berkenalan dengan seorang sasterawan besar, Abbas Mahmud
al-Aqqad. Yang akhirnya menjadi gurunya
dalam bidang sastera., sampai akhirnya secara bertahap menjauhi faham al-Aqqad
karena sebab-sebab yang bersifat sastera, pemikiran maupun ilmiyah pada
pertengahan tahun 40 ia membentuk fahamnya sendiri dalam bidang sastera melalui
al-Aqqad ini pula dapat berkenalan dengan partai Wafd lalu bergabung dengan
barisannya ia pun menjadi seorang Wafdi (aktivis wafd) yang memiliki komitmen
serta seorang partisan yang giat. Pada tahun 1930 Sayid masuk sebagai mahasiswa
di Institut Darul Ulum, setelah sebelumnya menyelesaikan tingkat tsanawiyah
dari Tajhiziyah Darul Ulum, kemudian lulus di Perguruan tersebut pada tahun
1933 dengan gelar Lc dalam bidang sastera dan diploma dalam bidang tarbiyah
setelah lulus kuliah Sayid bekerja di departemen pendidikan sebagai tenaga pengajar disekolah-sekolah
milik departemen selama enam tahun : setahun di Suwaif dan di Dimyat, dua tahun
di Kairo dan di Madrasah Ibtidaiyah Halwan, di daerah pinggiran kota Halwan.
Setelah meninggalkan
partai-partai politik secara total, Sayid bergabung dengan jamaah ikhwanul
muslimin, maka Sayid Quthub menjadi
sangat dihormati dan di muliakan oleh para tokoh revolusi seluruhnya ia pernah
di tawarkan jabatan menteri serta kedudukan tinggi lainnya, namun di tolak oleh
Sayid. Ketika Ikhwan untuk pertama kalinya berlawanan dengan pemerintah
revolusi pada awal tahun 1954 maka Sayid Qutub di tangkap dalam urutan terdepan dengan hukuman penjara 15 tahun yang
pada akhirnya di keluarkan dan dipenjarakan kembali dengan kedua temannya yakni
Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy dengan puncaknya di eksekusi pada
tanggal 29 agustus 1966. menurut pendapat Abul Hasan An Nadawi kehidupan Sayid
Quthub terbagi lima
tahapan:
- Tumbuh dalam tradisi-tradisi islam di desa dan di rumahnya
- Beliau pindah ke Kairo sehingga terputuslah hubungan antara dirinya dengan pertumbuhannya yang pertama, lalu wawasan keagamaanya dan akidah islamiyah menguap.
- Sayid mengalami periode pembimbangan mengenai hakikat keagamaan sampai batas yang jauh
- Sayid menelaah al-Quran karena dorongan yang bersifat sastera
- Sayid memperoleh pengaruh dari al-quran dan dengan al-quran itu ia terus meningkat secara gradual menuju iman.
Kita bisa membagi kehidupan islami Sayid
menjadi empat pase:
- Fase keislaman yang bernunsa keislaman
- Fase keislaman umum
- Fase amal islami yang terorganisir
- Fase jihad dan gerakan
- Adapun karya beliau anatara lain:
Muhimmatus Sya'ir fil haya wa syir al jail al hadhir terbit tahun 1933
- Asy Syathial majhul terbit bulan
februari 1935
- Fi Zhilalil Quran
- Asywak terbit 1947
- dan lain-lain.
B. METODOLOGI TAFSIR FI ZHILALIL QURAN
Menurut Dr. Shalah
Abdul Fatah Al-Khalidi metode dan pendekatan Sayid Quthub tentang
pandangan-pandangannya terhadap al-Quran dan tafsirnya serta interaksinya
beliau dengannya mengalami perkembangan sejalan dengan perhatian-perhatian-
perolehan-perolehan, pengalaman-pengalaman hidup beliau. Yaitu pendekatan seni
artistik (manhaj fanni jamali), pendekatan pemikiran (manhaj fikri), dan
pendekatan pergerakan (manhaj haroki).
C. KARAKTERISTIK
Tafsir Sayyid Quthb di
susun dengan metode Tahlili. Ia memulai
penafsiran suatu surat dengan memberikan
gambaran ringkas kandungan surat
yang akan dikaji secara rinci. Dalam surat
al-Fatihah misalnya, Sayyid Quthb mengemukakan bahwa dalam surat ini tarsimpul prinsip-prinsip akidah
Islam, konsep-konsep Islam dan pengarahanya yang mengidentifikasi hikmah.
Dipilihnya surat
ini karena sebagai bacaan yang di ulang-ulang dalam setiap rakaat shalat serta
tidak sanya shalat tanpa membacanya. [4]
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan anda komentar blog ini dan budayakan memberikan pendapat
terima kasih