Subscribe:

Mari Membaca

Ads 468x60px

Social Icons

Sabtu, 28 Februari 2009

KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN NISBATNYA

1. HADIS QUDSI
a. Pengertian Hadis Qudsi
Secara terminologi hadis qudsi adalah :
هومانقل اليناعن النبي صل الله عليه وسلم مع اسناده اياه الى ربه عزوجل
Yaitu hadis yang diriwayatkan kepada kita dari Nabi SAW yang disandarkan oleh beliau kepada Allah SWT.
Atau :

كل حديث يضيف فيه الرسول صل الله عليه وسلم قولا الى الله عزوجل.
Setiap hadis yang disandarkan Rasulullah SAW perkataannya kepada Allah Azza wa Jalla
Definisi tersebut menjelaskan bahwa hadis Qudsi itu adalah perkataan yang bersumber dari Rasulullah SAW, namun disandarkan beliau kepada Allah SWT. Akan tetapi, meskipun itu perkataan atau firman Allah, hadis Qudsi bukanlah al-Quran.

b. Perbedaan antara Hadis Qudsiy dan al-Quran
antara al-Quran dan Hadis Qudsiy terdapat beberapa perbedaan, yaitu :
1) Al-Quran lafaz dan maknanya berasal dari Allah SWT. Sedangkan hadis Qudsi maknanya berasal dari Allah SWT, sementara lafaznya dari Rasulullah SAW
2) Al-Quran hukum membacanya adalah ibadah, sedangkan hadis Qudsi membacanya tidak dihukumi ibadah
3) Periwayatan dan keberadaan al-Quran disyaratkan harus mutawatir, sementra hadis Qudsi periwayatannya tidak disyaratkan mutawatir
4) Al-Quran adalah mukjizat dan terpelihara dari terjadinya perubahan dan pertukaran serta tidak boleh diriwayatkan secara makna. Sedangkan hadis Qudsi bukanlah mukjizat, dan lafaz serta susunan kalimatnya bisa saja berubah, karena dimungkinkan untuk diriwayatkan secara makna
5) Al-Quran dibaca di dalam shalat sedangkan hadis qudsi tidak

c. Perbedaan antara Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi
Berdasarkan pengertian dan criteria yang dimilki hadis Qudsi, terdapat perbedaan antara hadis Qudsi dan hadis Nabawi, yaitu :
Bahwa Hadis Qudsi, nisbah atau pebangsaannya adalah kepada Allah SWT, dan Rasulullah berfungsi sebagai yang menceritakan atau meriwayatkannya dari Allah SWT. Oleh karena itu, dihubungkanlah hadis tersebut dengan al-Quds (maka dinamai Hadis Qudsi), atau dengan al-Ila (maka dinamai Hadis Ilahi)
Sedangkan Hadis Nabawi, nisbah atau pebangsaannya adalah kepada Nabi SAW dan sekaligus peiwayatannya adalah dari beliau.

عن أبي ذ ررضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم فيما روي عن الله تبا رك وتعا لى انه قال : ياعبادي اني حرمت الظلم على نفسي و جعلته بينكم محرما فلا تظالموا.
Dari Abi Dzar r.a, dari Nabi SAW menurut apa yang diriwaytkan beliau dari Allah SWT, bahwasanya Dia berfirman ," wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharapkan berbuat aniyaya atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman itu diantar kamu sebagai perbuatan yang haram, maka oleh karena itu jangan lah kamu saling berbuat aniaya.

e. Lafadz-lafadz hadis Qudsi
didalam meriwayatkan hadis Qudsi, ada dua lafaz yang digunakan, yaitu :

قال رسول الله صلي الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل.
Bersabda Rasulullah SAW menurut apa yang diriwayatkan beliau dari Allah SWT
قال الله تعالي , فيما رواه عنه رسول الله صلي الله عليه وسلم .
Berfirman Allah SWT menurut yang diriwayatkan dari padaNya oleh Rasulullah SAW.
2. HADIS MARFU'
a. Pengertian Hadis Marfu'
Hadis Marfu' adalah :
مااضيف الى النبي صلى الله عليه وسلم من قول او فعل اوتقريرأوصفة.
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perkataan , perbuatan, taqrir (ketetapan) atau sifat.
Dari definisi di atas dapat difahami bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun sifat beliau disebut dengan hadis Marfu'. Orang yang menyandarkan itu boleh jadi Sahabat, atau selain sahabat. Dengan demikian, sanad dari hadis Marfu' ini bisa Muthasil, bisa pula Munqathi, Mursal, atau Mu'dhal dan Mu'allaq.
b. Hukum Hadis Marfu'
Hukum hadis Marfu' tergantung pada kwalitas dan bersambung atau tidaknya sanad, sehingga dengan demikian memungkinkan suatu hadis Marfu' itu berstatus shahi, hasan, atau dhaif.


3. HADIS MAUQUF
a. Pengertian Hadis Mauquf
Beberapa ulama hadis memberikan terminology hadis Mauquf sebagai berikut :
هوما رواه عن الصحابي من قول له أو فعل أو تقرير , متصلا كان أو منقطعا.
Yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dalam bentuk perkataan, perbuatan, atau taqrir beliau, baik sanadnya muttashil atau munqathi.
ما أضيف الى الصحا بي من قول أو فعل أو تقو ير.
Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat berupa perkataan, perbuatan, atupun taqrir beliau.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang diriwayatkan atau dihubungkan kepada seorang sahabat atau sejumlah sahabat baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, disebut hadis mauquf, dan sanad hadis mauquf tersebut boleh jadi muttashil atau munqathi.
Contoh hadis mauquf :
قول البخاري : قال علي بن أبي طا لب رضي الله عنه : حدثوا الناس بما يعر فون, أ تريدون ان يكذب الله ورسوله.
Bukhari berkata, "Ali r.a berkata, bicaralah dengan manusia tentang apa yang diketahui/difahaminya, apakah kamu ingin bahwa Allah dan Rasul-Nya didustai."

قول البخاري : وأم أنُِِِ عَباس وهوميمم.
Bukhari berkata, "dan Ibnu Abas telah menjadi imam dalam shlat sedangkan dia bertayamum."
Para Fuqoha Khurasan menamai hadis mauquf dengan atsar, dan hadis marfu dengan khabar. Namun para ahli hadis menamai keduanya dengan atsar. Karena atsar pada dasarnya berarti riwayat atau sesuatu yang diriwayatkan.

b. Hadis Mauquf yang berstatus Marfu'
Diantara hadis mauquf terdapat hadis yang lafadz dan bentuknya mauquf, namun setelah dicermati hakikatnya bermakna marfu', yaitu berhubungan dengan Rasul SAW. Hadis yang demikian dinamai oleh para ulama hadisdengan al-Mauquf lafdzhan al-Marfu' ma'nan,yaitu secara lafaz berstatus mauquf, namun secar mkana bersifat marfu'

c. Hukum hadis Mauquf
Apabila suatu hadis mauquf berstatus hukum marfu sebagaimana yang dijelaskan diatas, dan berkwalitas shahih atau hasan, maka ststus hukumnyapun sama dengan hadis marfu itu.
Akan tetapi jika tidak berstatus marfu, maka para ulama hadis berbeda pendapat tentang kehujahannya.

4. HADIS MAQTHU'
a. Pengertian Hadis Mqthu'
secara terminology hadis maqthu' adalah :
وهو الموقوف التابعي قولا له أوفعلا.
Yaitu sesuatau yang terhenti (sampai)pada Tabii baik perkataan maupun perbuatan tabi'i tersebut.
ماأضيف الى التابعي أو من دونه من قول أوفعل .
Sesuatu yang disandarkan kepada tabi'i atau generasi yang datang sesudahnya berupa perkataan atau perbuatan.
Hadis Maqthu tidak sama dengan munqhati, karena maqthu adalah sifat dari matan, yaitu berupa perkataan Tabi'in atau Tabi at-Tabi'in, sementar munqathi adalah sifat dari sanad, yaitu terjadinya keterputusan sanad.

b. Contoh Hadis Maqthu'
قول الحسن البصري في الصلاة خلف المبتدع : صل وعليه بد عته.
Perkataan Hasan Bashri mengenai shalat di belakang ahli bid'ah" Shlatlah dan dia akan menanggung dosa atas perbuatan bid'ahnya"
c. Status Hukum Hadis Maqthu'
Hadis Maqthu' tidak dapat dijadiakan sebagai hujjah atau dalil untuk menetapkan suatu hukum, karena status dari perkataan Tabi'in sama dengan perkataan Ulama lainnya.



KESIMPULAN
 hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan beliau. Akan tetapi jika dicermati secara mendalam maka akan ada beberapa klasifikasi yang ditinjau kepada siapakah hadis tersebut disandarkan. Yaitu:
hadis qudsi,hadis marfu’,hadis mauquf,hadis maqthu’.

DAFTAR PUSTAKA
 Al-khatib, M. Ajaj, “Usul al-hadis:’ulumuhu wa mustlahuhu”:Dar al-fikr, 1409 H/1989 M
 At-tohal Mahmud, “Taisir mustalah al-hadis” Beirut: Dar Al-qur’an Al-karim, 1399 H/ 1979 M
 Yuslem Nawir, “’Ulumul-Hadis”Jakarta, PT. Mutiara Sumber Widya 2001

TAFSIR TEMATIK

TAFSIER TEMATIK
Sifat Ananiyah atau Egoistis
` Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain. Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya .
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah
Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya.menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah berfirman :
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَآءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ {71}
“Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya”. (Q.S. Al-Muminun ayat : 71)
Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Peng-usaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara.
Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan dengan kedha-liman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah. Sementara mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan.
Firman Allah :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفسِدُوا فِي اْلأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ {11}
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqoroh : 11)
Rasulullah bersabda :“Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam: “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat”. (HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya).
Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Dari Aisyah r.a. dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan”. (HR. Bukhori)
LAWAN DARI SIFAT ANANIYAH
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji.
Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah. Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَاْلإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلاَيَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan telah beriman (kaum Anshor) sebelum kedatangan kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah. Dan mereka telah menaruh keinginan dalam hati terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin, walaupun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Asbab an-Nuzul
Dikemukakan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Yazid al-Asham : bahwa orang-orang Anshar (penduduk Madinah yang masuk islam) berkata : “Ya Rasulullah, bagilah dua bagian antara kami dan antara saudara kami al-Muhajirin bumi ini”. Rasulullah SAW bersabda : “tidak, akam tetapi kalian menanggung keperluan mereka dan membagi buah korma dengan mereka, sedangkan bumi ini tetap bumi kalian”. Mereka berkata : “kami telah ridha”. Maka turunlah ayat tersebut .
Penyambutan kaum Anshar dan kecintaan mereka terhadap al-Muhajirin sedemikian besar, sampai-sampai ada diantara mereka yang bersedia membagi hartanya kepada al-Muhajirin dan memberi makan yang disiapkan untuk anak-anaknya demi al-Muhajirin yang membutuhkan pangan .
Demikianlah Rasulullah Saw. sejak awal tumbuhnya Islam telah meletakkan dasar-dasar kepe-kaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa. Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan hidup satu sama lain. Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir, saudara seiman seakidah.
Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri yang tandus itu.
Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh;
وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِن بَعْدِ مَاجَآءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلاَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمُُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berfirqoh-firqoh. Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali Imran : 105)
CARA MENEKAN SIKAP ANANIYAH
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
1) Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.
2) Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
3) Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
4) Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
5) Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
6) Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
7) Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
8) Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah sholat, shoum, zakat dll.
Sebenarnya manuasia telah mencurahkan perhatiannya dan usaha yang sangat besar untuk mengetehui dirinya, kendatipun kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuan, filusuf,sastrawan, dan para ahli bidang kerohanian sepanjang masa ini, Tapi kita(manusia) hanya mampu menetahui dari segi tertentu dan inipun pada hakikatnya dabagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya, kebenyakan pertanyaan- pertanyaan yang diaajukan oleh mereka yang mempelajari manusia pada diri mereka sendiri hingga kini masih tetap tanpa jawaban.
Dalam bukunya Man the Unknown, Dr. A. Carrel menjelaskan kesukaran untuk menjeslakan untuk mengetahui hakiakt manusia. Dia mengatakan, bahwa pengetahuan tentang makhluk-makhluk hidup secara umum dan manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan seperti yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya .
KESIMPULAN
Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain dan Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan sangat dibencioleh Allah dan Rasul-Nya oleh karena itu untuk menghindarkan diri dari sifat tersebut, kita (manusia) harus banyak bermuhasabah dan menyadari bahwa manusia adalah mahluk yang saling membutuhkan.

REFRENSI
Shihab, M. Quraisy, Tafsir al-Misbah, Penerbit: Lentera Hati, Jakarta, 2003.
Shihab, M. Quraisy, Wawasan Al-Qur’an, Penerbit: PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2007.
As-suyuti, Jalaluddin, Lubanun Nuquli Fii Asbabin Nuzul, Penerbit: CV. Asy-Syifa’, Semarang, 1993.
Http:// mentoring 98.wordpress.com
 
Blogger Templates