Subscribe:

Mari Membaca

Ads 468x60px

Social Icons

Minggu, 21 Juli 2013

Penulisan Mushaf al-Qur'an Pada Masa Rasulullah, Abu Bakar dan Utsman bin Affan


PEMBAHASAN

a.     Penulisan Al-Qur’an Pada Masa  Rasulullah
Al-Qur’an dikumpulkan pada dua masa, masa Rasulullah dan masa khulafaur Rasyidin. Masing-masing tahap pengumpulan ini mempunyai keistimewaan tersendiri.[1] Pengumpulan pada masa Nabi mempunyai dua pengertian:
1.      Menghapalkan Al-Qur’an di luar kepala.
2.      Menuliskan Al-Qur’an pada benda-benda yang bisa ditulis.[2]
Pada pengertian pertama, kita tahu bahwa sahabat-sahabat Nabi yang hafal Al-Qur’an diluar kepala seperti Abdullah bin mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’ab dan lain-lain. Diantara factor yang mendorong mereka menghafal Al-Qur’an adalah kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an dank arena keberadaan kebanyakan mereka yang ummi menyebabkan mereka hanya mengandalkan kepada  hafalan. Factor lainnya adalah penghargaan Nabi dan sahabat lainnya terhasap mereka yang mempunyai hafalan banyak.
Akan halnya dengan pengertian yang kedua, yaitu menuliskan Al-Qur’an, maka dalam periwayatan disebutkan bahwa nabi selalu menyuruh para sahabatnya menulis Al-Qur’an segara setelah al-Qur’an diturunkan. Mereka yang terlibat dalam penulisan wahyu kurang lebih 40 orang, suatu jumlah yang cukup besar. Agar supaya konsentrasi para sahabat hanya kepada Al-Qur’an, maka nabi melarang para sahabatnya mencatat selain al-Qur’an. Dalam sebuah hadits disebutkan:

عن أبي سعيد الخضري رضي الله عنه قال رسول الله ص.م : لا تكتبوا عني غير القرأن ومن كتب عني غير القرأن فاليمحه

Artinya: Janganlah kamu menulis ariku selain Al-Qur’an, barangsiapa menulis Al-Qur’an, maka hapuskanlah.[3]
Rasulullah SAW menyuruh para penulis wahyu untuk  mencatat setiap wahyu yang diterimanya, sehingga Al-Qur’an yang terhimpun didalam dada mereka masing-masing dialihkan kedalam bentuk tulisan. Terkadang para sahabat menulis ayat-ayat yang turun kepada beliau, meskipun Rasulallah SAW tidak menyuruh mereka. Mereka menuliskannya di media-media tertentu, antara lain:
Ø  Usb jama’ dari asieb, yaitu pelepah kurma yang masih keras
Ø  Likhaf jama’ dari lukhfah, yaitu lempenan-lempengan batu
Ø  Al-Karnief jama’ dari kanaafah yaitu akar keras dari pohon saf
Ø  Riqa’ jama’ dari Riqah yaitu kulit
Ø  Al-‘Aqtab jama’ dari Qiatb, yaitu pelana kuda
Ø  Aktaf jama’ Katf, yaitu tulang keledai atau kambing yang telah kering
Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipiukul para sahabat dalam menuliskan Al-Qur’an. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia  bagi mereka, selain sarana-sarana tersebut. Para sahabat senantiasa menyodorkan Al-Qur’an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan. Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masNabi tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada sesorang belum tentu dimiliki oleh yang lain. Rasulullah berpulang keRahmatullah disaat Al-Qur’an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti yang disebutkan diatas, ayat-ayat dan surah-surah dipisahkan, atau ditertibkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembaran secara terpisah dan dalam tujuh huruf, tetapi Al-Qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap).  Pada saat itu (sebelum nabi wafat) belum diperlukan membukukan Al-Qur’an dalam satu m ushaf, sebab nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Sesudah berakhir masa turunnya al-qur’an  dengan wafatnya Rasulullah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para khulafaturrasyidiin sesuai dengan janji-Nya  yang benar kepada ummat tentang jaminan pemeliharaan Al-qur’an dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa abu bakar atas pertimbangan usulan Umar.[4]

b.     Penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
Abu Bakar menjalankan urusan Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah terjadi pada tahun dua belas hijri melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Al-Qur’an. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin khatab merasa sangat  khawatir melihat kondisi ini, lalu ia menghadap  Abu bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah.[5]
 Abu bakar menolak usulan ini karena berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan Rasulullah. Tetapi Umar terus membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu bakar untuk menerima usulan tersebut. Kemudian Abu bakar memerintahkan Zaid bin tsabit , ia menceritakan kepadanya kekhawatian dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur’an itu.  Lalu mulailah Zaid mengumpulkan Al-Qur’an dan menuliskan ayat demi ayat  dengan merujuk kepada al-Qur’an yang ditulis pada kepingan-kepingan pada masa nabi, disamping, merujuk pula pada hafalan para sahabat nabi yang lain. Setelah selesai, akhirnya mereka menamakan tulisan tersebut dengan mushaf atau kumpulan dari lemebaran-lembaran yang ditulis, kemudian mushaf itu disimpan di tangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada di tangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ke tangan Hafsah, putri Umar. Pada permulaan kekhalifahan Ustman , Ustman memintanya dari tangan Hafsah.[6]

c.      Penulisan Pada Masa Ustman bin Affan
Pada masa sahabat Ustman bin Affan, untuk ketiga kalinya kembali al-Qur’an ditulis. Penyebabnya adalah Mereka yang berperang itu ada prajurit dari Irak yang cara membaca Al-Qur’an mereka dari sahabat nabi yang bermukim disana dan ada prajurit dari Syiria yang cara membacanya juga berasal dari sahabat nabi yang dikirim kesana. Kedua bacaan itu memang ada perbedaan, karena dahulu nabi memang mengajarkannya berbeda dengan tujuan untuk memberi kemudahan, mengingat dialek suku arab yang berbeda-beda. Namun pada generasi penerus (Tabi’in) perbedaan cara membaca Al-Qur’an ini justru menjadi pemicu pertikaian yang mengkhawatirkan.[7]
Khabar pertikaian ini sampai kepada khalifah Ustman bin Affan di Madinah. Akhirnya Ustman memprakarsai penulisan kembali Al-Qur’an dengan tujuan agar kaum muslimin mempunyai rujukan tulisan al-Qur’an yang benar-benar bisa di pertanggungjawabkan. Dengan kata lain Ustman ingin mempersatukan mushaf yang ada (Tauhidul mashahif).[8]
Ustman kemudian membentuk panitia empat yang bertugas menulis kembali Al-Qur’an Karim, mereka adalah:
1.      Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash,
2.       Abdullah bin Zubair.
3.       Abdurrahman bin Harits bin Hisyam,
4.        Zaid bin Tsabit.
 Sebagian riwayat menambahkan Ibnu abbas masuk sebagai tim.[9]
Setelah selesai, Usman mengembalikan lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula ke setiap wilayah masing-masing satu mushaf, dan ditahanyya satu mushaf untuk di Madinah. Yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama “Mushaf Imam”. Kemudian ia memerintahkan membakar semua bentuk lembaran atau mushaf yang selain itu.[10]
Adapun lembaran-lembaran yang dikembalikan kepada Hafsah, tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Setelah itu lembaran-lembaran tersebut dimusnahkan, dan dikatakan pula bahwa lembaran-lembaran tersebut diambil oleh Marwan bin Hakam lalu dibakar.[11]
Mushaf-mushaf yang ditulis oleh Usman itu sekarang hampir tidak ditemukan sebuah pun juga. Keterangan yang diriwayatkan oleh Ibn Katsir dalam kitabnya Fada’ilul Qur’an menyatakan bahwa ia menemukan satu buah diantaranya di masjid Damsyik di Syam. Mushaf itu ditulis pada lembaran yang – menurutnya – terbuat dari kulit unta. Dan diriwayatkannya pula mushaf Syam ini dibawa ke Inggris setelah beberapa lama berada ditangan kaisar Rusia di perpustakaan Leningrad. Juga dikatakan bahwa mushaf itu terbakar dalam masjid Damsyik pada tahun 1310 H.[12]

d.     Ar-Rasmul Usmany
Zaid bin Tsabit bersama tiga orang quraisy telah menempuh suatu metode khusus dalam penulisan al-Qur’an yang disetujui oleh Ustman. Para ulama menamakan metode tersbut dengan Ar-Rasmul Ustmany lil Mushaf, yaitu dengan dinisbatkan kepada Ustman. Tetapi kemudian mereka berbeda pendapat tentang status hukumnya.
1.      Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Rasm Ustmani buat Al-Qur’an ini bersifat Tauqifi yang wajib dipakai dalam penulisan Al-qur’an, dan harus sungguh-sungguh disucikan. Mereka menisbahkan tauqifi dalam penulisan al-Qur’an ini kepada Nabi.
فذ كروا انه قال لمعاوية – احد كتبة الوحي : ألق الدواة, وحرف القلم, وانصب الياء, وفرق السين, ولا تعورالميم, وحسن الله, ومد الرحمن, وجود الرحيم, وضع قلمك على أذنك اليسرى, فإنه أذكرلك.
Artinya: Mereka menyebutkan bahwa Nabi pernah mengatakan kepada Mu’awiyah, salah seorang penulis wahyu: “Letakkanlah tinta, pergunakan pena, tegakkan “ya”, bedakan “sin”, jangan kamu miringkan “mim”, baguskan tulisan lafal “Allah”, panjangkan “Ar- Rahman”, baguskan  “Ar-Rahim” dn letakkanlah penamu pada telinga kirimu, karena yang demikian akan lebih dapat mengingatkan kamu.
Ibnu Mubarak mengutip gurunya, Abdul Aziz ad-Dabbag, yang menyatakan bahwa, “para sahabat  dan orang lain tidak campur tangan seujung rambutpun dalam penulisan al-Qur’an karena penulisan al-Qur’an adalah tauqifi, ketentuan dari Nabi. Dialah yang memerintahkan kepada mereka untuk menuliskannya dalam bentuk yang dikenal sekarang, dengan menambahkan alif atau menguranginya karena ada rahasia-rahasia yang tidak dapat terjangkau oleh akal.
2.      Banyak Ulama berpendapat bahwa rasm Ustmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang disetujui Usman dan diterima umat dengan baik, sehingga menjadi suatu keharusan yang wajib dijadikan pegangan dan tidak boleh dilanggar. Asyhab berkata: “Malik ditanya; apakah mushaf boleh ditulis menurut ejaan (kaidah penulisan) yang diadakan orang? Malik menjawab; Tidak, kecuali menurut tata cara penulisan yang pertama. (“riwayat Abu ‘Amr ad-Dani dalam al-Muqni’). Kemudian kata Asyhab pula: “dan tidak adaorang yang menyalahi rasm itu diantara ulama umat Islam.” Ditempat lain Asyhab mengatakan: “malik ditanya tentang huruf-huruf dalam al-Qur’an seperti “ wawu” dan “alif”, bolehkah mengubah kedua huruf itu dari mushaf apabila didalam mushaf terdapat hal seperti itu? Malik menjawab: Tidak.” Abu Amr mengatakan, yang dimaksud disini adalah wawu dan alif tambahan dalam rasm, tetapi tidak nampak dalam ucapan seperti “ ulu”  أولوا. Dan imam Ahmad berpendapat: “haram hukumnya menyaklahi mushaf usmani dalam hal wwu, ya’, alif atau yang lain.
3.      Segolongan orang berpendapat bahwa Rasm Usmani iu adalah hanyalah sebuah istilah, tatacara, dan tidak ada salahnya jika menyalahi bila orang telah mempergunakan satu rasm tertentu untuk imla dan rasm itu tersebar luas untuk mereka.
Rasm usmani adalah rasm (bentuk ragam tulis) yang telah diakui dan diwarisi oleh umat islam sejak masa usman. Dan pemeliharaan rasm usmani merupakan jaminan kuat bagi penjagaan al-qur’an dari perubahan dan penggantian huruf-hurufnya. Seandainya diperbolehkan menuliskannya menurut istilah imla di setiap masa, maka hal ini akan mengakibatkan mushaf dari masa kemasa. Bahkan kaidah-kaidah imla itu sendiri berbeda-beda kecenderungannya pada masa yang sama, dan bervariasi pula dalam beberapa kata diantara satu negri dengan negri yang lain.[13]

e.     Perbaikan Rasm Usmani
Musahf usmani tidak memakai tanda baca tititk dan syakal, karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan oaring-orang arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik. Ketika bahasa Arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non Arab), maka para penguasa merasa pentingnya ada perbaikan penulisan mushaf dengan syakal. Dan lain-lain dapat membantu pambacaan yang benar.
Para ulama berbeda pendapat tentang usaha pertama yang dicurahkan tentang hal itu. Banyak ulama berpendapat bahwa orang pertama yang melakukan hal itu adalah Abul Aswad ad-Du’ali, letak pertama kaidah-kaidah bahasa Arab, atas permintaan Ali bin Abi Thalib.
Para ulama pada mulanya tidak menyukai usah perbikan tersebut karena khawatir akan terjadi penambahan dalam al-Qur’an, berdasarkan ucapan Ibnu Mas’ud: “bersihkanlah al-Qur’an dengan apapun.”
Kemudian akhirnya hal itu sampai kepada hukum boleh dan bahkan anjuran. Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Daud dari Al-Hasan dan Ibnu Sirin bahwa keduanya mengatakan: “bahwa tidak ada salahnya memberikan titik pada mushaf.” Dan diriwayatkan pula Rabi’ah bin Abi rahman an-Nawawi mengatakan: “pemberian titik dan pensyakalan mushaf itu dianjurkan (mustahab) karena ia dapat menjaga mushaf dari penyimpangan dan kesalahan.” Perhatian untuk menyempurnakan mushaf kini telah mencapai puncaknya dalam tulisan Arab (khat Arabi).  

PENUTUP
a.     Kesimpulan
No
Kriteria
Nabi
Abu Bakar
Ustman in Affan
01
Penulis

Zaid bin Tsabit
-         Abdullah bin ‘Amr bin Ash
-         Abdullah bin Zubair
-        Abdurrahman bin Harits bin Hisyam
-        Zaid bin Tsabit
02
Alat-alat
-Usb
-Likhaf
-Al-Karnief
-Riqa’
-Al-‘Aqtab
-Aktaf
Mushaf
Mushaf
03
Jumlah Mushaf

1 buah
4-8 buah
04
Bentuk Tulisan
Kufi
Kufi
Kufi
05
Karakteristik
Tidak ada titik, syakal, harakat, waqaf dll
Sama seperti pada masa Nabi
Sama seperti nabi
06
Latar belakang
Nabi ingin mengabadikan Al-Qur’an dalam sebuah tulisan yang akan di baca terus oleh generasi mendatang
Kekhawatiran dan usulan Umar bi khatab untuk membukukan Qur’ankarena banyaknya para Huffadz yang gugur dalam perang Yamamah
perbedaan cara membaca Al-Qur’an di antara para prajurit islam yang sedang berperang dikawasan Armenia dan Azerbaijan (Uni Soviet).dan menjadi pemicu pertikaian yang mengkhawatirkan




6 komentar:

Unknown mengatakan...

Ass, kok ngak ada nama buku referensinya ya pak, cuman nomornya doang.

Unknown mengatakan...

aslm pak, maaf nama-nama buku referensinya kok ngak ada ya pak? cuman nomornya aja pak.

Unknown mengatakan...

Walsm...afwan akhi,..untuk referensi antum cari sendiri saja, dan hargai usaha orang lain dalam menuangkan ilmu melalui tulisan, dan biasakan tidak melakukan plagiat

RIZELDA mengatakan...

bukan di karang tu brooo

Unknown mengatakan...

ane komen disini aja lah ya,.apa nya yg dikarang bro?? coba ente baca kitab kitab mengenai penulisan mushaf, dari sejarah penulisan nya di pelepah2 tulang2 sampai pembakuan titik pada huruf dan melengkapi nya dari awal hingga akhir,..ane gk cantumin referensi karena banyak pelagiat,..ente baca rasm utsmani, cetakan ptiq jakarta,..

Unknown mengatakan...

ente bilang tulisan w karangan? ente gk dapat referensi nya ngmg gtu? mental2 pelagiat

Posting Komentar

Silakan anda komentar blog ini dan budayakan memberikan pendapat
terima kasih

 
Blogger Templates