A. Pendahuluan
Dalam
makalah ini penulis mencoba mentakhrij sebuah hadits yang berkenaan tentang
Adab. Hadits ini terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah. Semoga Allah memberikan
kemudahan kepada penulis, dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi diri penulis
pribadi dan umumnya kepada seluruh umat. Mudah-mudahan Allah senantiasa
memberikan taufiq dan hidayahnya kepada kita semua.
B. Teks Hadits
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنِ
الأَوْزَاعِىِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِى كَثِيرٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ طِخْفَةَ
الْغِفَارِىِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ أَصَابَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- نَائِمًا فِى الْمَسْجِدِ عَلَى بَطْنِى فَرَكَضَنِى بِرِجْلِهِ وَقَالَ « مَا
لَكَ وَلِهَذَا النَّوْمِ هَذِهِ نَوْمَةٌ يَكْرَهُهَا اللَّهُ أَوْ يُبْغِضُهَا
اللَّهُ ».[1]
Hadits ini di riwayatkan oleh Ibnu Maja
dalam kitab Sunannya pada bab al-Adab, bab yang menjelaskan tentang Larangan Tidur Telungkup. Hadits ini juga terdapat dalam kitab Musnad Shahabah fi al-Kitabi
al-Tis’ah, pada bab Musnad Zubair ibn al-‘Awam.[2]
C.
Rawi Hadits
Dilihat dari
mata rantai sanadnya, adalah sebagai berikut;
محمد بن الصباح.
۱
۲ .الوليد بن مسلم
۳. عبد الرحمن بن
عمرو الآوزاعى
٤. يحيى بن أبي كثير
٥. طخفة بن قيس الغفارى
D.
Pembahasan Para Perawi dan
Komentar Ulama
۱ .محمد بن الصباح
Nama lengkap beliau
adalah Muhammad ibn Shobah al-Bazazy ad-Dulaby. Beliau lahir pada tahun 150 H
dan wafat pada tahun 227 H, Muhammad bin Shabah adalah salah seorang pembesar
Tabi’ at-Tabi’in.
Muhammad bin Shobah
meriwatkan dari Sa’id Muhammad bin al-Waraq, al-Walid bin Muslim dan Abi
Mu’awiyah adh-Dharir.
Yang meriwayatkan
dari beliau adalah, Muhammad bin Yazid ar-Ruba’i, Abu ‘Abdillah bin Majah dan Imam Muslim.
Penilaian terhadap
Muhammad bin Shabah;
Abu Zakaria
berkata: Muhammad bin Shobah tsiqoh ma’mun.
Qosim bin Nashar al-Mahrumi: bertanya imam Ahmad
bin Hanbal mengenai Muhammad bin Shobah, dikatakan: Syaikhuna tsiqoh.
Ya’qub bin Syaibah: Tsiqoh, Shohibu hadits.
Maslamah dalam kitab “Ash-Shilah”: Tsiqoh
masyhur.[3]
Penilaian yang lain menyebutkan: Tsiqoh, ‘Alim.
Walid bin Muslim
al-Qurasyi. Beliau adalah salah seorang mudallis yang terkenal dikalangan para
ahli hadits.[5]
Beliau adalah golongan pertengahan dari Atba’ut Tabi’in. Nama lengkap beliau
adalah Walid bin Muslim al-Qurasyi, Abu ‘Abbas ad-Dimasyqi, wafat sekitar
194/195 H. Ibnu Hajar menilai bahwa Walid adalah orang yang tsiqoh akan tetapi
lebih banyak tadlisnya.
Beliau meriwayatkan
dari Hasan bin ‘Athiyah, Syaibah bin Ahnaf al-Auza’iy, Sulaiman bin Musa
az-Zuhri.
Dan yang meriwayatkan
dari beliau adalah Rasyid bin Sa’id ar-Ramli, Muhammad bin Shobah ad-Dulabi,
dan Muhammad bin Yazid al-Kufi.
Penilaian terhadap
Walid bin Muslim;
Ya’qub bin Syaibah
berkata: “Walid bin Muslim, tsiqoh”.
Abi Hatim berkata
tentang walid bin Muslim: Sholahul Hadits.
Ahmad bin Hanbal:
Walid, Terlalu banyak lupa.
Humaid: Tsiqot
Syuyukh
Shalah Muhammad bin Asadi al-Hafizh berkata:
Walid, perusak hadits al-Auza’iy.
Abi Mashur: Walid bin Muslim adalah seorang
mudallis.
Ibnu al-Yamani: Aku tidak pernah melihat orang
yang seperti dia (walid, dalam hal tadlis).
Ad-Daaruqni:Walid adalah “Yursal” dan
termasuk dalam nama-nama orang yang lemah.[6]
Nama asli beliau
adalah Abdurrahman bin ‘Amru al-Auza’iy, Abu ‘Amru al-‘Auzai’y. Beliau adalah
salah seorang pembesar Tabi’ at-Tabi’in, wafat pada tahun 157 H di Beirut.
Beliau adalah orang yang paling ahli pada masanya.
Beliau meriwayatkan
dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Talhah, Bilal bin Sa’ad, Hasan bin ‘Athiah, Yahya
bin Abi katsir.
Yang meriwayatkan
dari beliau Abu Ishaq Ibrahim bin al-Fazariy, Baqiah bin Walid, Abdullah bin
Mubaroq, Abdul Humaid bin Habibi bin Abi ‘Isyrin.
Penilaian terhadap
beliau;
Berkata
‘Amru bin ‘Ali dari Ibnu Mahdiy: Imam Hadits itu ada 4, yaitu
al-Auza’iy, Malik, ats-Tasuri dan Hammad bin Zaid.[8]
‘Isa bin Yunus; Ia
adalah orang yang hafizh
al-‘ijliy berkata:
Tsiqoh
Muhammad bin Sa’id berkata: Beliau adalah orang
yang Tsiqoh Ma’mun, Shoduqon Fadhilan, dan orang yang yang banyak hafal hadits.
Berkata ‘Abbas dari Ibnu Ma’in: Tidak mendengar
dari Nafi’.
Berkata Abi Hatim dalam kitab “al-Maraasil”,
aku mendengar dari Abi bahwa al-Auza’iy tidak tidak diterima.
Ya’qub berkata: Auza’iy adalah Tsiqoh Tsubut.
Al-Falasy: Auza’iy Tsabit.
٤ .يحيى بن أبي كثير
Yahya bin Abi
katsir ath-Thoi, Abu Nashr al-Yamamiy. Nama ayah nya adalah Shalih bin
al-Mutawakkal. Beliau adalah bagian dari Shigor at-Tabi’in, wafat pada
tahun 132 H. Penilaian Ibnu Hajar beliau adalah orang yang tsiqoh tsubut, akan
tetapi ia adalah seorang mudallis dan mursal.[9] Sedangkan
Az-Zahabi menilai bahwa ia adalah seorang Imam dan Tsabit.
Beliau meriwayatkan
dari Ibrahim bin Abdullah bin Qariz, Anas bin Malik, Abdullah bin Abi Qatadah,
‘Urwah bin Zubair[10].
Dan yang
meriwayatkan darinya adalah Hajjaj bin Abi ‘Utsman Ash-Shawaf, Abdurrahman bin
Amru al-Auza’iy, Mu’awiyah bin Salam bin Abi Salam, Hisyam bin Hasan.
Penilaian tentang Yahya bin
Abi Katsir;
Abi ‘Abdillah
berkata: Dho’if
Berkata ad-Duriy
dari Ibnu Ma’in: Laisa haditsuhu Bisyai’
Berkata al-Ghulabiy
dari Ibnu Ma’in: Haditsnya Munkar.
‘Utsman: Dia (Yahya
bin Katsir) dho’if.
Ibnu Umar: Laisa
Haaulaa bi Hujjah.
Ya’qub al-Jauzaniy:
Haditsnya Munkar
Umar bin ‘Ali:
Sangat dho’if.[11]
Al-‘Ijliy: Tsiqoh,
karena Ashhabul Hadits.
Abu Ja’far
‘Uqailiy: Disebutkan bahwa dia seorang Mudallis.[12]
٥ . طخفة بن قيس
الغفارى
Nama lengkap beliau
adalah Thikhfah bin Qais al-Ghifariy,[13] wafat
setelah 60 H. Beliau adalah salah seorang sahabat Nabi, dan beliau hanya
meriwayatkan satu hadits saja yaitu larangan tidur telungkup.[14]
Yang meriwayatkan dari beliau adalah anaknya sendiri yaitu Ya’isy bin Tikhfah
bin Qais, dan beliau meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak
ada penilaian khusus mengenai sahabat karena semua sahabat ‘udul.
E.
Status Hadits
Dilihat dari
penilaian ulama mengenai hadits ini, penulis menyimpulkan hadits ini adalah Hadits
Mudallas karena hadits ini di prakarsai oleh mudallis. Di tinjau dari
ketersambungan sanadnya adalah Munqathi’[15]
karena terputus seorang perawi sebelum sahabat. Dari aspek tsighotul ada’ ada
kemungkinan hadits ini adalah Hadits Mu’an’an, karena ditemukan adanya
tsighot an’ pada penyampaian hadits walaupun di awalya disebutkan Haddatsana.
Ada kemungkinan terjadi pemalsuan pertemuan dengan adanya tsighot ‘an
ini. Kesimpulannya hadits ini adalah dho’if.
F.
Fiqhul Hadits
Dilihat dari segi
kesehatan, memang tidur dengan posisi telungkup (tengkurap) ini sangat bahaya karena
dapat menyebabkan sakit pada dada dan berpotensi menyebabkan sesak nafas
dikarenakan beban punggung yang begitu berat menghalangi dada untuk mengembang
dan mengempis saat menarik dan mengeluarkan nafas. Posisi ini juga dapat
menyebabkan terjadinya dislokasi tulang pada tulang tengkuk dan membuat jantung
dan otak bekerja sangat keras.[16]
Tidur dengan posisi ini juga sangat tidak di anjurkan dalam agama.
G.
Kesimpulan
Dapat kita ketahui
melalui hadits bahwa tidur dengan posisi telungkup (tengkurap) ini sangatlah di
benci oleh agama dan di tinjau dari dunia kesehatan ternyata tidur dengan
posisi seperti ini sangatlah tidak baik untuk kesehatan. Posisi ini juga dapat
menyebabkan terjadinya dislokasi tulang pada tulang tengkuk dan membuat jantung
dan otak bekerja sangat keras. Tidur dengan posisi ini juga sangat tidak di
anjurkan dalam agama.
H.
Daftar Pustaka
Yazid
al-Qauzainy, Abu Abdillah Muhammad bin. Sunan
Ibnu Majah. Daar al-Hadits al-Qohirah.
Al-Maktabah
Asy-Syamilah
Yusuf al-Mizziy, Jamaluddin Abi Hajjaj, Al-Hafizh. Tahdzibul
al-Kamal fii Asmai ar-Rijal. Daarul Fikr.
Thahan, Mahmud, Dr. Taisir Mushthalah al-Hadits.
Haramain. Cet I, 1985
bin Hajar al-‘Asqolaniy, Syihabuddin Ahmad bin Ali,
Al-Hafizh. Tahdzibu at Tahdzib. Daarul Fikr.
Penj, Shonhaji ,Abdullah, H. Abi Abdillah, Muhammad
bin Yazid al-Qauzainiy, Al-Hafizh. Terjemahan Sunan Ibnu Majah. CV.
Asy-Syifa. Semarang, 1993. Cet I.
Rahman, Fatchur, Drs. Ikhtisar Musthalahul Hadits. PT
Alma’arif, Bandung. Cet I, 1974
Kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/04/posisi-tidur-menentukan-sehat-dan-kematian/
(di search Senin 04 Juli 2011, jam
18.59)
[1] Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qauzainy. Sunan Ibnu Majah.
Daar al-Hadits al-Qohirah.
[3] Al-Hafizh
Jamaluddin Abi Hajjaj Yusuf al-Mizziy. Tahdzibul al-Kamal fii Asmai ar-Rijal.
Daarul Fikr.
[4] Op.
cit. Al-Hafizh al-Mizziy. Juz 19. Hal 455.
[5] Dr.
Mahmud Thahan. Taisir Mushthalah al-Hadits. Haramain. Cet I, 1985, hal
97
Walid
bin Muslim adalah termasuk 2 orang yang paling terkenal dalam pentadlisan
hadits, dalam hal ini beliau termasuk kategori Tadlis Taswiyah, yaitu
menggugurkan perawi dho’if yang terletak diantara dua rawi tsiqoh yang salah
satu (dari dua rawi) saling bertemu. Jenis tadlis ini adalah yang paling buruk.
[6]
Al-Hafizh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqolaniy. Tahdzibu
at-Tahdzib. Daarul Fikr. Juz 9, hal 170.
[7] Op.
cit. al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqolaniy. Hal 148. Juz 5
[9] Mursal
adalah seolah-olah si mursil melepaskan sanad dan tidak menyambungkannya.
Op, cit. Mahmud Thahan. hal
102
[10] Op.
cit. al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqolaniy. Hal 285, juz 9
[11] Op. cit.
al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqolaniy. Hal 288, juz 9
[12] Op.
cit. Al-Hafizh al-Mizziy. Juz 20. Hal 198.
[13] Op.
cit. al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqolaniy. Hal 126, juz 4
[14] Al-Hafizh Abi Abdillah
Muhammad bin Yazid al-Qazwiniy. Sunan Ibnu Majah. Penj, H. Abdullah
Shonhaji. CV. Asy-Syifa. Semarang, 1993. Cet I.
[16]
Kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/04/posisi-tidur-menentukan-sehat-dan-kematian/
(di search Senin 04 Juli 2011, jam 18.59)
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan anda komentar blog ini dan budayakan memberikan pendapat
terima kasih