Subscribe:

Mari Membaca

Ads 468x60px

Social Icons

Kamis, 14 Maret 2013

TAFSIR FI ZHILALIL QURAN


A.BIOGRAFI PENULIS

Sayyid Quthb pemikir Islam (1906-1966) di kenal sebagai kritikus sastra, novelis, penair, aktivis muslim Mesir paling terkenal pada abad ke-20 dan tokoh pergerakan Ikhwanul Muslimin. Sebagai tokoh pemikir Islam , ia dapat disejajarkan dengan pemikir Pakistan  Abu A'la Maududi (1903-1979) pemikir Iran, Ali Syari'ati (1933-1977).[1]
Karya terpenting Sayyid Quthb adalah Tafsir Fi Dzilalil Qur'an dan telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, In The Shade Of The Quran. Tafsir ini oleh beberapa ulama dikategorikan  ke dalam tafsir yang berorientasi sastra, budaya dan  kemasyarakatan. Cirri rafsir yang berorientasi sastra, budaya dan kemasyarakatan  yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an yang berinteraksi langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha preventif dalam menanggulangi penyakit-penyakit atau problematika  masyarakat berdasarkan petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an, dengan mengemukakan  petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah difahami serta dimengerti tapi terasa indah di dengar.[2]
Sang pioneer ini bernama Sayyid Quthb Ibn Ibrahim Husein Syadzili. Lahir pada tahun 1906 di kampong Musyah kota Asyut, Mesir. Ia dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang menitikberatkan ajaran Islam dan mencintai Al-Qur'an. Ia menyandang gelar al-hafidz sebelum berumur sepuluh tahun. Menyadari talenta anaknya orang tuanya memindahkan keluarganya ke Halwan, daerah pinggiran Kiro. Ia memperoleh kesempatan masuk ke Tajhiziah Dar Al-Ulum, nama lama Universitas Kairo.[3]
Demikian juga ayah Sayid memiliki status social yang tinggi di Wilayah itu ayah Sayid adalah orang yang terhormat dan terpandang di mata masyarakat. Ia mempunyai usia yang cukup panjang, sampai akhirnya ia menemui tuhannya ketika sang puteranya Sayid sedang melanjutkan studinya di Kairo. Sang ibu seorang wanita solehah. Ia sangat bersemangat untuk melakukan kebaikan. Ia membantu suaminya untuk mendidik anak-anak dengan pendidikan islami dan menanamkan niali-nialai agama dan prinsip-prinsipnya didalam hati mereka. Sang ibu juga menanamkan kepada mereka sifat-sifat yang mulia khususnya Sayid yang tumbuh diatas makna-makna ini yang tidak mereka tinggalkan sepanjang hidup mereka. Sang ibu dikaruniai usia yang panajang sehingga bisa melihat puteranya sebagai seorang sastrawan dan pegawai di Kairo. Sang bunda kemudian menemui sang pencipta pada tahun 1940 M. Sayid Quthub hidup ditengah-tengah empat saudara kandung dan Sayd adalah anak yang ke lima. Saudara-saurada kandung Sayid:
_ Nafisah ia tiga tahun lebih tua dari Sayid. Nafisah tidak mempunyai andil dalam aktivitas kesusasteraan maupun pemikiran seperti saudara Sayid lainnya.
_ Muhammad. Ia adalah putera kedua yang hidup dalam keluarga ini. Ia lebih muda dari Sayid dengan selisih umur sekitar 13 tahun, karena ia lahir pada bulan april 1919 ia lulusan Universitas Kairo jurusan sastera inggris serta diploma dalam bidang tarbiyah.
_ Hamidah. Ia adalah adik permpuan Sayid yang bungsu yang turut berpartisipasi dalam kegiatan kesusasteraan bersama saudara-saudaranya. Sayid juga masih mempunyai saudara kandung lainnya yang lahir sebelum Muhammad, akan tetapi meninggal sebelum usia dua tahun disamping itu juga mempunyai  saudari lainnya yang lebih tua dari aminah akan tetapi meninggal ketika masih kecil.
Sayid menempuh pendidikan dasarnya di desa dan ia menamatkan hafalan al-quran dalam usia yang masih belia, karena belum melampaui usia sebelas tahun. Al-Quran (yang sudah dihafalnya sejak kecil) mempunyai pengaruh yang besar dalam mengembangkan kemampuan sastera dan seninya dalam usia yang masih muda. Setelah terjadinya repolusi rakyat Mesir pada tahun 1919 melawan pendudukan inggris, Sayid Quthub berangkat dari desanya menuju Kairo untuk melanjutkan studi disana. Di Kairo Sayid tinggal dirumah pamannya dari pihak ibu orang Azhar (lazim disebut Azhari) sekaligus seorang sasterawan yang bernama Ahmad Husain Ustman. Melalui pamannya ini ia bisa berkenalan dengan seorang sasterawan besar, Abbas Mahmud al-Aqqad. Yang akhirnya  menjadi gurunya dalam bidang sastera., sampai akhirnya secara bertahap menjauhi faham al-Aqqad karena sebab-sebab yang bersifat sastera, pemikiran maupun ilmiyah pada pertengahan tahun 40 ia membentuk fahamnya sendiri dalam bidang sastera melalui al-Aqqad ini pula dapat berkenalan dengan partai Wafd lalu bergabung dengan barisannya ia pun menjadi seorang Wafdi (aktivis wafd) yang memiliki komitmen serta seorang partisan yang giat. Pada tahun 1930 Sayid masuk sebagai mahasiswa di Institut Darul Ulum, setelah sebelumnya menyelesaikan tingkat tsanawiyah dari Tajhiziyah Darul Ulum, kemudian lulus di Perguruan tersebut pada tahun 1933 dengan gelar Lc dalam bidang sastera dan diploma dalam bidang tarbiyah setelah lulus kuliah Sayid bekerja di departemen pendidikan  sebagai tenaga pengajar disekolah-sekolah milik departemen selama enam tahun : setahun di Suwaif dan di Dimyat, dua tahun di Kairo dan di Madrasah Ibtidaiyah Halwan, di daerah pinggiran kota Halwan.
Setelah meninggalkan partai-partai politik secara total, Sayid bergabung dengan jamaah ikhwanul muslimin, maka  Sayid Quthub menjadi sangat dihormati dan di muliakan oleh para tokoh revolusi seluruhnya ia pernah di tawarkan jabatan menteri serta kedudukan tinggi lainnya, namun di tolak oleh Sayid. Ketika Ikhwan untuk pertama kalinya berlawanan dengan pemerintah revolusi pada awal tahun 1954 maka Sayid Qutub di tangkap dalam urutan  terdepan dengan hukuman penjara 15 tahun yang pada akhirnya di keluarkan dan dipenjarakan kembali dengan kedua temannya yakni Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy dengan puncaknya di eksekusi pada tanggal 29 agustus 1966. menurut pendapat Abul Hasan An Nadawi kehidupan Sayid Quthub terbagi lima tahapan:

  1. Tumbuh dalam tradisi-tradisi islam di desa dan di rumahnya
  2. Beliau pindah ke Kairo sehingga terputuslah hubungan antara dirinya dengan pertumbuhannya yang pertama, lalu wawasan keagamaanya dan akidah islamiyah menguap.
  3. Sayid mengalami periode pembimbangan mengenai hakikat keagamaan sampai batas yang jauh
  4. Sayid menelaah al-Quran karena dorongan yang bersifat sastera
  5. Sayid memperoleh pengaruh dari al-quran dan dengan al-quran itu ia terus meningkat secara gradual menuju iman.
Kita bisa membagi kehidupan islami Sayid menjadi empat pase:
  1. Fase keislaman yang bernunsa keislaman
  2. Fase keislaman  umum
  3. Fase amal islami yang terorganisir
  4. Fase jihad dan gerakan
- Adapun karya beliau anatara lain: Muhimmatus Sya'ir fil haya wa syir al jail al hadhir terbit tahun 1933
- Asy Syathial majhul terbit bulan februari 1935
- Fi Zhilalil Quran
- Asywak terbit 1947
- dan lain-lain.

B. METODOLOGI TAFSIR FI ZHILALIL QURAN
Menurut Dr. Shalah Abdul Fatah Al-Khalidi metode dan pendekatan Sayid Quthub tentang pandangan-pandangannya terhadap al-Quran dan tafsirnya serta interaksinya beliau dengannya mengalami perkembangan sejalan dengan perhatian-perhatian- perolehan-perolehan, pengalaman-pengalaman hidup beliau. Yaitu pendekatan seni artistik (manhaj fanni jamali), pendekatan pemikiran (manhaj fikri), dan pendekatan pergerakan (manhaj haroki).

C. KARAKTERISTIK
Tafsir Sayyid Quthb di susun dengan  metode Tahlili. Ia memulai penafsiran suatu surat dengan memberikan gambaran ringkas kandungan surat yang akan dikaji secara rinci. Dalam surat al-Fatihah misalnya, Sayyid Quthb mengemukakan bahwa dalam surat ini tarsimpul prinsip-prinsip akidah Islam, konsep-konsep Islam dan pengarahanya yang mengidentifikasi hikmah. Dipilihnya surat ini karena sebagai bacaan yang di ulang-ulang dalam setiap rakaat shalat serta tidak sanya shalat tanpa membacanya. [4]



[1]  Harun Nasution, 1986. hal. 145
[2]  M. Quraisy Shihab, 2006.hal.11
[3]  Harun Nasution, Op.Cit
[4]  Ibid                                              

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan anda komentar blog ini dan budayakan memberikan pendapat
terima kasih

 
Blogger Templates