Mushaf Indonesia
A.
Lajnah
Pentashih Mushaf Litbang Depag dan Peranannya
B.
Sejarah
Penulisan mushaf di Indonesia
C.
Mushaf
Menara Kudus
D.
Mushaf
Istiqlal
Atas kesadaran tinggi terhadap kekayaan budaya bangsa Indonesia yang
bernilai tinggi, beberapa ahli kaligrafi, ahli seni rupa, ulama al-Qur’an dan
budayawan, mempersembahkan bagi bangsa Indonesia sebuah mushaf yang diberi nama
Mushaf Istiqlal, yang penulisannya dimulai pada tanggal 15 Oktober 1991 di
Masjid Istiqlal, serentak dengan pembukaan Festival Istiqlal 1991.
Mushaf ini selesai ditulis pada
tahun 1995, untuk dipersembahkan kepada umat Islam Indonesia tepat pada
peringatan 50 tahun kemerdekaan bangsa ini. Iluminasi Mushaf Istiqlal diambil dari
Khazanah ragam hias Nusantara, mulai
dari Aceh sampai Papua, yang banyak terdapat pada arsitektur rumah adat,
tekstil, batik, perabot rumah tangga, perhiasan, tosan aji dan lain-lain. Ragam
hias dari setiap daerah yang begitu indah dan beragam menjadi inspirasi dalam
penciptaan desain iluminasi Mushaf al-Qur’an, dengan pendekatan kajian estetik
Islam yang telah menjadi tradisi sepanjang zaman. Mushaf Istiqlal, dengan
demikian, dapat menjadi ungkapan baru tradisi seni suci Islam sekaligus sebagai
gambaran umat Islam Indonesia yang menyatu dan damai dalam kemajemukan etnis
dan suku bangsa yang demikian banyak.
Karya ini merupakan suatu upaya untuk mengingatkan dan mewujudkan
kembali tradisi seni mushaf yang selama berabad-abad telah berkembang di
Nusantara, dan merupakan tradisi yang perlu terus dilestarikan dan dikembangkan
pada masa mendatang, sepanjang zaman.
E.
Mushaf
Sundawi (Jabar)
1.
Aspek Kesejarahan
Naskah 1 merupakan al-Qur’an lengkap 30 juz koleksi Museum Sri
Baduga, Bandung dengan nomor koleksi 07.55. Sebelum menjadi milik Museum Sri
Baduga, al-Qur’an ini adalahmilik Muhammad Bagawi, desa Gintung Kidul,Panjunan
Cirebon.
Naskah
2 adalah koleksi Museum Sri Baduga, Bandung, dengan nomor koleksi. Al-Qur’an
ini merupakan jilid kedua, karena naskah yang ada dimulai dari surah al-kahf
(S.18) sampai an-Naas (S.114). dijilid dengan rapi, menggunakan sampul kulit.
Pegawai museum mengatakan bahwa al-Qur’an ini berasal dari Sumedang. Dibagian
dalam sampulnya terdapat tulisan dengan huruf latin yang menunjukkan bahwa
al-Qur’an ini berasal dari Imam Gunawan (penyumbang), anak ke-5 dari Nyi R.
Soetami.
Naskah 3 merupakan al-Qur’an 30 juz (lengkap), milik masyarakat
terdapat di Masjid Lembursawah, ciwaruga, kabupaten Bandung. Asal naskah,
berasal dari H. Anang Jaelani. Berdasarkan kolofon yang tertulis pada lembar
terakhir dari naskah ini menunjukkan bahwa al-Qur’an ini ditulis pada
tahun1276H/1859M. kolofon tersebut ditulis dengan huruf Arab, berbunyi sebagai
berikut: تمت
المستقيم القران العظيم دنتن احد في وقت
ظهر في شهر ربيع
الاخر تعغل تهن وقتن هجرة النبى ص م1276 (tamat al-Mustqim al-Qur’an al-‘adzim dinten
ahad fi wakti duhri fi syahri Rabi’ul Akhir tanggal-tahun Hijrah Nabi SAW
1276). Kolofon itu memberi penjelasan bahwa al-Qur’an itu details oleh Abu Nasr al-Mustaqim, selesai ditulis pada hari Ahad,
bulan Rabi’ul Akhir, tahun 1276H [1859].
Naskah 4 tersimpan di Site Museum, Candi Cangkuang, kampong pulo,
desa Cangkuang, kecamatan leles, kabupaten paten Garut. Menurut cerita rakyat
desa Cangkuang dan Kecamatan leles, al-Qur’an itu details oleh embah dalem Arif Muhammad menurut Zaki Munawwar,SH dalam buku
hasil penelitiannya mengenai Cagar Budaya Candi Cangkuang (2002), al-Qur’an
tersebut merupakan hasil karya embah dalem Arif Muhammad. Ia diutus oleh
kerajaan Mataram untuk mengadakan perlawanan terhadap kompeni Belanda di
Batavia dibawah pimpinan J.P.Coen. perlawanan tersebut mengalami kekalahan,
kemudian ia mundur sampai du Garut dan menyelamatkan diri didaerah Cangkuang.
Ia tidak mau kembali ke Mataram karena merasa takut dan malu kepada Sultan
Agung, karena perjuangannya tidak berhasil. Ia memilih tinggal didesa Cagkuang
untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat setempat, yang semula menganut
aliran animisme,dinimisme dan agama Hindu, terbukti dengan adanya candi Hindu.
Cerita tersebut didukung dengan propak buku kuno yang tersimpan di
Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, yang isinya menerangkan bahwa Arif
Muhammad adalah seorang penyebar agama Islam khususnya didaerah Cangkuang dan
sekitarnya. Embah Dalem Arif Muhammad beserta kawan-kawannya menetap di
Cangkuang, dikampung Pulo, sampai wafat dan dimakamkan didekat Candi Cangkuang.
2.
Aspek
Teks
·
Rasm
Keempat naskah al-Qur’an ini menggunakan kaidah rasm seperti dalam
al-Qur’an Bahriyah. Pada dasarnya details dengan rasm imla’i, kecuali beberapa
tertentu seperti lafadz الصلوة
الزكوة yang menggunakan waw,
bukan alif. Ini merupakan penulisan dengan rasm usmani. Dalam
lafadz جاءو mestinya kalimat
fi’il dari جاء adalah dengan
penambahan huruf waw dan alif , tetapi dalam kaidah rasm usmani alifnya dibuang.
·
Tanda
Baca
Tanda-tanda baca (harakat) yang digunakan dalam keempat mushaf ini
adalah menggunakan tanda baca yang biasa dikenal seperti pada al-Qur’an yang
saat ini kaum muslimin biasa membacanya, yaitu tanda baca fathah, kasrah,
dhammah dan sukun (mati).
·
Tanda
Tajwid
Dalam naskah 1,tanda idgham ada, seperti قوم يعدلون.tanda iqlqb ada,
seprti lafadz
بشرا بين.
Tanda waqaf hanya menggunakan satu tanda yaitu , sedangkan tanda waqaf yang lain tidak
ada. Tanda mad, baik mad jaiz maupun mad wajib, pada naskah ini ditulis sama
dengan mushaf pad saat ini.
Dalam naskah 2 tidak menggunakan
tanda-tanda tajwid seperti naskah 1. Tanda idhgom, iqlab, waqf dan mad,
semuanya tidak details. Tanda sukun hanya berupa titik.
Dalam naskah 3 dan 4, hampir sama dengan
naskah 2, banyak tidak menggunakan tanda tajwid, kecuali tanda mad wajib dan
mad jaiz details dengan bentuk yang sama dengan tanda mad pada naskah1.
·
Tanda
Akhir Ayat
Pada naskah 1 tanda akhir ayat umumnya ditulis dengan tanda bulatan
satu warna merah tanpa diberi nomor/angka. Tiap akhir ayat yang bertemu dengan
marka’ dan yang mengakhiri juz diberi tanda bulatan dua dengan tanda merah,
ditulis secara menyilang tanpa diberi nomor. Pada akhir ayat yang mengakhiri
halaman diberi tanda bulatan tiga menyilang berwarna merah tanpa diberi
nomor/angka. Dengan demikian tampak bahwa al-Qur’an ini adalah al-Qur’an
pojok/Bahriyah, karena tiap akhir halaman selalu akhir ayat.
Dalam naskah 2 tanda akhir ayat semuanya ditulis dengan bentuk
titik pada setiap akhir ayat. Sedangkan dalam naskah 3 dan 4 tanda akhir ayat
semuanya ditulis dengan bulatan satu, berwarna coklat tanpa diberi angka.
3.
Aspek Perwajahan
Naskah 1 merupakan mushaf lengkap 30 juz. Ukuran kertas: 33x23 cm.
ukuran naskah/teks: 23x13 cm. tidak ada nomor urut halaman, tidak ada judul juz
dan judul surah pada tiap halaman. Judul juz cukup ditulis sekali ketika
mengawali awal juz, demikian pula judul surah ditulis hanya sekali diawal
ketika memulai surah.
Banyaknya halaman berjumlah 584 halaman (297 lembar) ditulis dengan
bolak balik, tiap halaman terdiri dari 15 baris, kecuali halaman bagian Ummul
Qur’an sebanyak 6 (enam) baris. Awal juz tidak selalu terletak diawal baris dan
awal halaman, kadang ada pada baris kedua dan kadang ada pada baris ketiga.
Penulisan nama-nama surah sebagian besar tidak sama dengan al-Qur’an yang
sekarang beredar dimasyarakat, seperti nama surah al-maa’uun (الماعون) ditulis dengan surah
(ارايت),
nama surah al-ikhlas (الاخلاص) ditulis dengan surah as-Samad (
(الصمد
Untuk membedakan ayat dengan judul surah ,
ayat ditulis dengan tinta hitam sedangkan judul ditulis dengan tinta merah. Dan
untuk menandakan awal juz, selain ditulis dengan warna yang berbeda, yaitu
warna merah pada setiap awal juz, juga disamping halaman ada tulisan yang menunjukkan
juz dengan tulisan “الجزو“ dengan diberi lingkaran yang cukup indah, dan diatas serta
dibawahnyadiberi juga lingkaran kecil-kecil serta garis yang memanjang keatas
dan kebawah dengan diberi hiasan.
Sampul terbuat dari kulit, dan teks
al-Qur’an ditulis dengan kertas Eropa. Naskah ini ditulis dengan gaya Naskhi
yang dapat dikatakan sangat sederhana. Diduga naskah ini ditulis oleo satu
orang, karena corak hurufnya konsisten dari awal sampai akhir. Halaman
al-Qur’an beriluminasi sangat bagus dengan penggarapan yang teliti, berupa
rangkaian daun-daun dan bunga, menggambarkan gunung atau kubah bertingkat tiga.
Warnanya terdiri atas merah, biru tua, hijau muda, hijau tua, kuning dan coklat
muda. Sedangkan iluminasi bagian pinggirnya, juga merupakan iluminasi
kubah-kubah kecil, yang bagian atasnya merupakan kawat sebagai penangkal petir.
Naskah 2 yang merupakan jilid kedua dari
dua jilid, dan dimulai dari surah al-kahf. Ukuran kertas 31x21,5 cm. ukuran
naskah/teks: 24x14 cm. tidak ada nomor urut halaman, tidak ada judul juz dan
tidak ada judul surah pada tiap halaman. Judul juz cukup ditulis sekali ketika mengawali juz, demikian pula
judul surah ditulis hanya sekali diawal surah.
Surah kahfi sebagai awal dari naskah inidiberi iluminasi khusus, berbeda
dengan surah-surah lainnya, yaitu dihiasi dengan hiasan garis persegi empat,
berwarna merah agak tebal, dikiri-kanannya diberi hiasan bermotif bunga,
kemudian mulai dari atas-pinggir-bawah beriluminasi berupa garis setengah
lingkaran menghiasinya dengan diberi variasi bunga-bungaan.
Gaya tulisan menggunakan tulisan naskhi
sederhana, kecuali pada tulisan judul surah dengan menggunakan gaya tulisan
riq’I, terlihat pada tulisan ta’ marbutah ditulis menyambung dengan huruf
sebelumnya.
Naskah 3 merupakan al-Qur’an 30 juz, tetapi
juz satu dan dua hilang, dan bagian awal naskah yang ada telah rusak dimakam
rayap. Ukuran kertas: 32x21 cm. ukuran naskah /teks: 23x11,5 cm. Setiap halaman
berjumlah 15 baris kecuali pada halaman awal dan akhir al-Qur’an berjumlah 8
baris, tambah satu baris kosong antara judul surah dengan basmallah. Judul
surah, awal juz, bulatan yang menandakan akhir ayat ditulis dengan tinta warna
merah. Penulisan bentuk sukun/tanda mati berupa titik dan tidak ada tanda
berhenti. Warna yang digunakan untuk harakat berwarna coklat. Bahan terbuat
dari kertas Eropa, dengan gaya tulisan naskhi sederhana. Judul juz hanya
ditulis sekali diawal juz, demikian pula judul surah ditulis hanya diawal
surah.
Ada perbedaan yang mencolok pada naskah 3
ini bila dibandingkan dengan al-Qur’an yang biasa kita jumpai sehari-hari yaitu
pad surah al-Faatihah dan surah an-Naas. Surah al-Faatihah terdiri dari delapan
ayat, بسم الله الرحمن الرحيم tidak dihitung ayat.
Ayat satu dimulai dari الحمدلله رب العالمين dan الصراط الذين انعمت عليهم غيرالمغضوب عليهم ولاالضالين dihitung tiga ayat.
Seperti halnya surah al-Faatihah, surah
an-Naas ini penulisan tanda akhir ayat tampak sangat berbeda dengan tanda atau
akhir ayat pada al-Qur’an yang biasa kita jumpai sehari-hari. Surah an-Naas
ditulis dengan tujuh ayat, sedangkan pada al-Qur’an biasa ditulis dengan enam
ayat.
بسم الله الرﱢحمن الرﱢحيم
قل اعوذ برب الناس ملك
الناس الناس اله
من شر الوسواس الخناس
الذي يوسوس في صدور
الناس من الجنة
الناس و
F.
Mushaf
Attin
G.
Mushaf
DKI
H.
Mushaf
IIQ Wonosobo
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan anda komentar blog ini dan budayakan memberikan pendapat
terima kasih