Subscribe:

Mari Membaca

Ads 468x60px

Social Icons

Rabu, 19 Desember 2012

Kajian Mushaf


Mushaf Indonesia
A.    Lajnah Pentashih Mushaf Litbang Depag dan Peranannya
B.     Sejarah Penulisan mushaf di Indonesia
C.     Mushaf Menara Kudus
D.    Mushaf Istiqlal
Atas kesadaran tinggi terhadap kekayaan budaya bangsa Indonesia yang bernilai tinggi, beberapa ahli kaligrafi, ahli seni rupa, ulama al-Qur’an dan budayawan, mempersembahkan bagi bangsa Indonesia sebuah mushaf yang diberi nama Mushaf Istiqlal, yang penulisannya dimulai pada tanggal 15 Oktober 1991 di Masjid Istiqlal, serentak dengan pembukaan Festival Istiqlal 1991.
Mushaf ini selesai ditulis pada tahun 1995, untuk dipersembahkan kepada umat Islam Indonesia tepat pada peringatan 50 tahun kemerdekaan bangsa ini. Iluminasi Mushaf Istiqlal diambil dari Khazanah  ragam hias Nusantara, mulai dari Aceh sampai Papua, yang banyak terdapat pada arsitektur rumah adat, tekstil, batik, perabot rumah tangga, perhiasan, tosan aji dan lain-lain. Ragam hias dari setiap daerah yang begitu indah dan beragam menjadi inspirasi dalam penciptaan desain iluminasi Mushaf al-Qur’an, dengan pendekatan kajian estetik Islam yang telah menjadi tradisi sepanjang zaman. Mushaf Istiqlal, dengan demikian, dapat menjadi ungkapan baru tradisi seni suci Islam sekaligus sebagai gambaran umat Islam Indonesia yang menyatu dan damai dalam kemajemukan etnis dan suku bangsa yang demikian banyak.
Karya ini merupakan suatu upaya untuk mengingatkan dan mewujudkan kembali tradisi seni mushaf yang selama berabad-abad telah berkembang di Nusantara, dan merupakan tradisi yang perlu terus dilestarikan dan dikembangkan pada masa mendatang, sepanjang zaman.
    
E.     Mushaf Sundawi (Jabar)
1.      Aspek Kesejarahan
Naskah 1 merupakan al-Qur’an lengkap 30 juz koleksi Museum Sri Baduga, Bandung dengan nomor koleksi 07.55. Sebelum menjadi milik Museum Sri Baduga, al-Qur’an ini adalahmilik Muhammad Bagawi, desa Gintung Kidul,Panjunan Cirebon.
Naskah 2 adalah koleksi Museum Sri Baduga, Bandung, dengan nomor koleksi. Al-Qur’an ini merupakan jilid kedua, karena naskah yang ada dimulai dari surah al-kahf (S.18) sampai an-Naas (S.114). dijilid dengan rapi, menggunakan sampul kulit. Pegawai museum mengatakan bahwa al-Qur’an ini berasal dari Sumedang. Dibagian dalam sampulnya terdapat tulisan dengan huruf latin yang menunjukkan bahwa al-Qur’an ini berasal dari Imam Gunawan (penyumbang), anak ke-5 dari Nyi R. Soetami.
Naskah 3 merupakan al-Qur’an 30 juz (lengkap), milik masyarakat terdapat di Masjid Lembursawah, ciwaruga, kabupaten Bandung. Asal naskah, berasal dari H. Anang Jaelani. Berdasarkan kolofon yang tertulis pada lembar terakhir dari naskah ini menunjukkan bahwa al-Qur’an ini ditulis pada tahun1276H/1859M. kolofon tersebut ditulis dengan huruf Arab, berbunyi sebagai berikut:  تمت المستقيم القران العظيم دنتن احد في وقت
ظهر في شهر ربيع الاخر تعغل تهن وقتن هجرة النبى ص  م1276 (tamat al-Mustqim al-Qur’an al-‘adzim dinten ahad fi wakti duhri fi syahri Rabi’ul Akhir tanggal-tahun Hijrah Nabi SAW 1276). Kolofon itu memberi penjelasan bahwa al-Qur’an itu details oleh Abu Nasr al-Mustaqim, selesai ditulis pada hari Ahad, bulan Rabi’ul Akhir, tahun 1276H [1859].
Naskah 4 tersimpan di Site Museum, Candi Cangkuang, kampong pulo, desa Cangkuang, kecamatan leles, kabupaten paten Garut. Menurut cerita rakyat desa Cangkuang dan Kecamatan leles, al-Qur’an itu details oleh embah dalem  Arif Muhammad menurut Zaki Munawwar,SH dalam buku hasil penelitiannya mengenai Cagar Budaya Candi Cangkuang (2002), al-Qur’an tersebut merupakan hasil karya embah dalem Arif Muhammad. Ia diutus oleh kerajaan Mataram untuk mengadakan perlawanan terhadap kompeni Belanda di Batavia dibawah pimpinan J.P.Coen. perlawanan tersebut mengalami kekalahan, kemudian ia mundur sampai du Garut dan menyelamatkan diri didaerah Cangkuang. Ia tidak mau kembali ke Mataram karena merasa takut dan malu kepada Sultan Agung, karena perjuangannya tidak berhasil. Ia memilih tinggal didesa Cagkuang untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat setempat, yang semula menganut aliran animisme,dinimisme dan agama Hindu, terbukti dengan adanya candi Hindu.
Cerita tersebut didukung dengan propak buku kuno yang tersimpan di Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, yang isinya menerangkan bahwa Arif Muhammad adalah seorang penyebar agama Islam khususnya didaerah Cangkuang dan sekitarnya. Embah Dalem Arif Muhammad beserta kawan-kawannya menetap di Cangkuang, dikampung Pulo, sampai wafat dan dimakamkan didekat Candi Cangkuang.

2.       Aspek Teks
·         Rasm
Keempat naskah al-Qur’an ini menggunakan kaidah rasm seperti dalam al-Qur’an Bahriyah. Pada dasarnya details dengan rasm imla’i, kecuali beberapa tertentu seperti lafadz  الصلوة   الزكوة  yang menggunakan waw, bukan alif. Ini merupakan penulisan dengan rasm usmani. Dalam lafadz  جاءو mestinya kalimat fi’il dari جاء adalah dengan penambahan huruf waw dan alif , tetapi dalam kaidah rasm usmani alifnya dibuang.

·         Tanda Baca
Tanda-tanda baca (harakat) yang digunakan dalam keempat mushaf ini adalah menggunakan tanda baca yang biasa dikenal seperti pada al-Qur’an yang saat ini kaum muslimin biasa membacanya, yaitu tanda baca fathah, kasrah, dhammah dan sukun (mati).

·         Tanda Tajwid
Dalam naskah 1,tanda idgham ada, seperti قوم يعدلون.tanda iqlqb ada, seprti lafadz  
 بشرا بين. Tanda waqaf hanya menggunakan satu tanda yaitu      , sedangkan tanda waqaf yang lain tidak ada. Tanda mad, baik mad jaiz maupun mad wajib, pada naskah ini ditulis sama dengan mushaf pad saat ini.
Dalam naskah 2 tidak menggunakan tanda-tanda tajwid seperti naskah 1. Tanda idhgom, iqlab, waqf dan mad, semuanya tidak details. Tanda sukun hanya berupa titik.
Dalam naskah 3 dan 4, hampir sama dengan naskah 2, banyak tidak menggunakan tanda tajwid, kecuali tanda mad wajib dan mad jaiz details dengan bentuk yang sama dengan tanda mad pada naskah1.

·         Tanda Akhir Ayat
Pada naskah 1 tanda akhir ayat umumnya ditulis dengan tanda bulatan satu warna merah tanpa diberi nomor/angka. Tiap akhir ayat yang bertemu dengan marka’ dan yang mengakhiri juz diberi tanda bulatan dua dengan tanda merah, ditulis secara menyilang tanpa diberi nomor. Pada akhir ayat yang mengakhiri halaman diberi tanda bulatan tiga menyilang berwarna merah tanpa diberi nomor/angka. Dengan demikian tampak bahwa al-Qur’an ini adalah al-Qur’an pojok/Bahriyah, karena tiap akhir halaman selalu akhir ayat.
Dalam naskah 2 tanda akhir ayat semuanya ditulis dengan bentuk titik pada setiap akhir ayat. Sedangkan dalam naskah 3 dan 4 tanda akhir ayat semuanya ditulis dengan bulatan satu, berwarna coklat tanpa diberi angka.

3.      Aspek Perwajahan
      Naskah 1 merupakan mushaf lengkap 30 juz. Ukuran kertas: 33x23 cm. ukuran naskah/teks: 23x13 cm. tidak ada nomor urut halaman, tidak ada judul juz dan judul surah pada tiap halaman. Judul juz cukup ditulis sekali ketika mengawali awal juz, demikian pula judul surah ditulis hanya sekali diawal ketika memulai surah.
      Banyaknya halaman berjumlah 584 halaman (297 lembar) ditulis dengan bolak balik, tiap halaman terdiri dari 15 baris, kecuali halaman bagian Ummul Qur’an sebanyak 6 (enam) baris. Awal juz tidak selalu terletak diawal baris dan awal halaman, kadang ada pada baris kedua dan kadang ada pada baris ketiga. Penulisan nama-nama surah sebagian besar tidak sama dengan al-Qur’an yang sekarang beredar dimasyarakat, seperti nama surah al-maa’uun (الماعون) ditulis dengan surah (ارايت), nama surah al-ikhlas (الاخلاص) ditulis dengan surah as-Samad (   (الصمد
      Untuk membedakan ayat dengan judul surah , ayat ditulis dengan tinta hitam sedangkan judul ditulis dengan tinta merah. Dan untuk menandakan awal juz, selain ditulis dengan warna yang berbeda, yaitu warna merah pada setiap awal juz, juga disamping halaman ada tulisan yang menunjukkan juz dengan tulisan “الجزو“ dengan diberi lingkaran yang cukup indah, dan diatas serta dibawahnyadiberi juga lingkaran kecil-kecil serta garis yang memanjang keatas dan kebawah dengan diberi hiasan.
      Sampul terbuat dari kulit, dan teks al-Qur’an ditulis dengan kertas Eropa. Naskah ini ditulis dengan gaya Naskhi yang dapat dikatakan sangat sederhana. Diduga naskah ini ditulis oleo satu orang, karena corak hurufnya konsisten dari awal sampai akhir. Halaman al-Qur’an beriluminasi sangat bagus dengan penggarapan yang teliti, berupa rangkaian daun-daun dan bunga, menggambarkan gunung atau kubah bertingkat tiga. Warnanya terdiri atas merah, biru tua, hijau muda, hijau tua, kuning dan coklat muda. Sedangkan iluminasi bagian pinggirnya, juga merupakan iluminasi kubah-kubah kecil, yang bagian atasnya merupakan kawat sebagai penangkal petir.
      Naskah 2 yang merupakan jilid kedua dari dua jilid, dan dimulai dari surah al-kahf. Ukuran kertas 31x21,5 cm. ukuran naskah/teks: 24x14 cm. tidak ada nomor urut halaman, tidak ada judul juz dan tidak ada judul surah pada tiap halaman. Judul juz cukup ditulis  sekali ketika mengawali juz, demikian pula judul surah ditulis hanya sekali diawal surah.  Surah kahfi sebagai awal dari naskah inidiberi iluminasi khusus, berbeda dengan surah-surah lainnya, yaitu dihiasi dengan hiasan garis persegi empat, berwarna merah agak tebal, dikiri-kanannya diberi hiasan bermotif bunga, kemudian mulai dari atas-pinggir-bawah beriluminasi berupa garis setengah lingkaran menghiasinya dengan diberi variasi bunga-bungaan.
      Gaya tulisan menggunakan tulisan naskhi sederhana, kecuali pada tulisan judul surah dengan menggunakan gaya tulisan riq’I, terlihat pada tulisan ta’ marbutah ditulis menyambung dengan huruf sebelumnya.
      Naskah 3 merupakan al-Qur’an 30 juz, tetapi juz satu dan dua hilang, dan bagian awal naskah yang ada telah rusak dimakam rayap. Ukuran kertas: 32x21 cm. ukuran naskah /teks: 23x11,5 cm. Setiap halaman berjumlah 15 baris kecuali pada halaman awal dan akhir al-Qur’an berjumlah 8 baris, tambah satu baris kosong antara judul surah dengan basmallah. Judul surah, awal juz, bulatan yang menandakan akhir ayat ditulis dengan tinta warna merah. Penulisan bentuk sukun/tanda mati berupa titik dan tidak ada tanda berhenti. Warna yang digunakan untuk harakat berwarna coklat. Bahan terbuat dari kertas Eropa, dengan gaya tulisan naskhi sederhana. Judul juz hanya ditulis sekali diawal juz, demikian pula judul surah ditulis hanya diawal surah.
      Ada perbedaan yang mencolok pada naskah 3 ini bila dibandingkan dengan al-Qur’an yang biasa kita jumpai sehari-hari yaitu pad surah al-Faatihah dan surah an-Naas. Surah al-Faatihah terdiri dari delapan ayat, بسم الله الرحمن الرحيم  tidak dihitung ayat. Ayat satu dimulai dari  الحمدلله رب العالمين dan۝ الصراط الذين انعمت عليهم ۝غيرالمغضوب عليهم ۝ولاالضالين dihitung tiga ayat.
Seperti halnya surah al-Faatihah, surah an-Naas ini penulisan tanda akhir ayat tampak sangat berbeda dengan tanda atau akhir ayat pada al-Qur’an yang biasa kita jumpai sehari-hari. Surah an-Naas ditulis dengan tujuh ayat, sedangkan pada al-Qur’an biasa ditulis dengan enam ayat.       

بسم الله الرﱢحمن الرﱢحيم ۝
قل اعوذ برب الناس ملك ۝
الناس ۝ الناس اله ۝
من شر الوسواس الخناس ۝
الذي يوسوس في صدور۝
الناس ۝  من الجنة ۝
الناس و ۝




F.      Mushaf Attin
G.    Mushaf DKI
H.    Mushaf IIQ Wonosobo


0 komentar:

Posting Komentar

Silakan anda komentar blog ini dan budayakan memberikan pendapat
terima kasih

 
Blogger Templates